Selasa, 05 Juni 2012

Praktik Menulis Artikel di Surat Kabar

PADA pertemuan perdana Seminar Umum dan Diklat Jurnalistik di Kampus 3 UAD Yogyakarta “tahun” kemarin (Ahad, 18 Desember 2011), Anda sudah mendapatkan gambaran awal mengenai pengetahuan teknis tentang penulisan artikel dan seluk beluk manajemen keredaksian media massa cetak dan media online secara global. Bagi yang belum paham sepenuhnya mengenai hal tersebut, boleh bertanya pada kesempatan yang sangat berharga ini, nanti. Nah sekarang waktunya bagi Anda, untuk mempraktikkan bagaimana menulis dan menghasilkan karya tulis, khususnya jenis artikel.
Kenapa saya menyarankan Anda sebaiknya menjadi penulis artikel? Dalihnya amat sederhana, peluang karya tulis Anda bisa termuat di berbagai surat kabar sangat besar. Berbeda dengan kalau Anda menulis cerpen atau puisi, karena pada umumnya redaksi surat kabar hanya menyediakan rubrik-rubrik untuk tulisan fiksi, cuman setiap hari Ahad (Minggu). Berbeda dengan rubrik opini, yang bisa hadir setiap hari di setiap surat kabar yang terbit dan beredar di kota Anda.
Beranikah Anda memulainya sekarang juga? Karena menulis itu masalah latihan, bukan hanya mendengarkan paparan dari para narasumber jurnalistik. Kalau Anda masih tampak kerepotan juga, saya akan mencoba memberikan petunjuk teknis bagaimana memulai menulis artikel yang baik, dan diharapkan bisa dimuat di surat kabar besok pagi atau minggu depan.
Langkah pertama, bidang apakah yang selama ini sangat Anda kuasai? Atau ketika Anda membaca surat kabar atau melihat televisi atau mendengarkan radio itu lebih gemar dalam membincang masalah apa? Pendidikankah, politik, sosial, budaya, ideologi, hankam atau kemanusiaan?
Langkah kedua, kalau Anda sudah menetapkan keahlian Anda dalam bidang yang Anda pilih di atas, katakanlah Anda gemar dalam bidang “pendidikan”, pasti Anda mempunyai banyak sekali wacana terkait dunia pendidikan lokal, nasional, Internasional. Nah sorotilah masalah-masalah yang sedang hangat dalam bidang yang Anda sangat kuasai dan minati tadi.
Langkah ketiga, masih pararel dengan langkah kedua, pasti Anda sudah menemukan banyak gagasan yang bisa Anda kembangkan menjadi sebuah artikel menarik.
Langkah keempat, Anda sudah menemukan sebuah gagasan, atau malah banyak gagasan bukan? Kalau Anda belum mendapatkan gagasan, coba cermati kembali gagasan yang mungkin bisa dimunculkan. Kalau Anda malah menemukan banyak gagasan, cukup pilih satu gagasan besar saja.
Langkah kelima, segera menulis artikel. Jika Anda belum menemukan judul yang tepat tentang artikel yang akan Anda mau mulai tulis, jangan paksakan diri untuk membuat atau memikirkan sebuah judul artikel. Bikin saja judul setelah kita selesai menuliskan naskah artikel. Maka bersegera saja Anda mulai kata pertama, kata kedua dst, sehingga menjadi sebuah paragraf pertama yang menarik. Perlu dicatat, paragraf pertama dalam sebuah paragraf adalah sangat penting. Dalam kamus jurnalisme, paragraf pertama pada sebuah artikel maupun berita dinamakan lead atau paragraf pembuka. Kuncinya, buat paragraf pertama ini seatraktif mungkin. Tak usah berpanjang-panjang kalimat. Buat 3-5 kalimat yang pendek saja, yang merepresentasikan tentang permasalahan yang tengah Anda kemukakan.
Kalau Anda masih sulit menemukan kata atau kalimat pertama dalam paragraf Anda, asal tulis saja apa-apa yang sudah terpikirkan dalam benak Anda. Kalau Anda baru pertama kali berlatih membuat artikel, tak usah ragu dan takut keliru (salah). Letupkan saja gagasan-gagasan yang ada dalam benak Anda, tanpa perlu khawatir hasil tulisannya buruk, tidak layak baca dan perasaan minder seperti tidak percaya diri pada hasil karya sendiri.
Dengan jalan demikian, Anda sudah bisa membebaskan diri dari kerangkeng (penjara) ketakpercayaan diri dalam berkarya. Akan tidak terasa, kalimat demi kalimat tercipta dari dalam benak Anda yang terejawantahkan menjadi sebuah tulisan yang menarik. Kendala yang dihadapi penulis pemula adalah, kerap kali di tengah jalan mulai kehilangan gagasan untuk menyambung gagasan sebelumnya. Bila hal ini menghinggapi Anda, tidak usah terlalu risau. Itu hal yang wajar bagi seorang penulis pemula, bahkan para penulis profesional.
Kendala ini bisa Anda atasi sendiri dengan cara melatih daya pikir otak Anda untuk berfikir zigzag, di mana kalau Anda kehabisan ide pada pertengahan artikel yang dirasa belum tuntas, segera Anda alihkan paradigma pembahasan artikel tersebut misalkan dengan menghubungkan satu kasus dengan kasus lainnya, memperbandingkan, mempertentangkan dan menyatakan pendapatan Anda sendiri. Bisa juga dilakukan dengan cara-cara yang lainnya, tetapi intinya mampu mensinkronisasikan gagasan-gagasan yang ada menjadi satu kesatuan artikel yang menarik dan layak muat di media massa.
Langkah keenam, yakni dengan menutup bagian akhir artikel Anda dengan simpulan yang menarik. Dan jangan lupa, pada bagian akhir artikel tersebut, dituliskan nama terang Anda dan profesi atau pekerjaan yang tengah Anda geluti. Bila judul tadi belum ditemukan, waktunya menyempurnakan artikel yang Anda hasilkan tersebut dengan judul yang menarik. Judul yang menarik adalah judul yang mampu merepresentasikan pokok pikiran yang ada dalam artikel Anda. Buat judul yang singkat saja. Tetapi membikin para pembaca penasaran. Panjang judul kalau bisa usahakan tidak lebih dari lima kata. Selamat berkarya…



Sebagai bonus pengetahuan, akan saya paparkan juga tentang pentingnya bagi setiap calon penulis artikel memahami kaidah bahasa jurnalistik. Agar artikel Anda tidak monoton, perlu sentuhan rasa bahasa yang enerjik, dinamis tetapi sederhana. Pilihkan kata-kata yang variatif. Sebaiknya Anda semakin memperkaya diksi kata, agar mutu tulisan semakin renyah dan enak dibaca.
Bagaimana cara memperkaya diksi kata Anda. Mudah saja. Begini caranya. Cukup Anda cari makna sebuah kata misalkan “A” yang sepadan arti (sinonim) dengan “A” tersebut sebanyak mungkin. Cari juga lawan kata “A” tersebut, sebanyak mungkin. Dengan berlatih begini, Anda akan dengan cepat menemukan dan bisa mengambil kata apapun dalam semesta kata, sehingga kalimat yang Anda buat semakin kaya dan bervariatif.
Kita harus tahu, kunci pokok seorang penulis bisa menghasilkan artikel yang mumpuni, yakni kepandaian seseorang dalam membaca momentum dan permasalahan terkini yang tengah hangat diperbincangkan publik. Setiap calon penulis harus terampil dalam menggunakan bahasa jurnalistik. Pada dasarnya, bahasa jurnalistik merupakan jenis bahasa yang dipakai para wartawan dan penulis dalam memaparkan sebuah karya jurnalistik.
Ciri khas bahasa jurnalistik yakni sederhana, cekatan dan jelas. Para calon penulis juga harus wajib mengetahui secara mendetil bagaimana bahasa jurnalistik musti digunakan. Karena bahasa jurnalistik berbeda dengan bahasa sastra. Amat berbeda dengan ragam bahasa atau dialektik lokal. Dan pasti tak sama dengan bahasa ilmiah-akademik dan tak selalu identik dengan bahasa pasaran. Itulah bahasa jurnalistik, mengadopsi dari segala keunikan ragam bahasa yang dikemas menjadi bahasa yang komunikatif.
Setiap calon penulis yang ingin tampil profesional dan andal harus fasih memakai ragam bahasa jurnalistik. Itu adalah tuntutan kerja dan sebuah keharusan yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Keterampilan berbahasa itu sendiri meliputi empat komponen yakni: keterampilan menyimak (listening skill), keterampilan berbicara (speaking skill), keterampilan menulis (writing skill) dan keterampilan membaca (reading skill). Setiap unsur keterampilan di atas melekat deret dengan tiga keterampilan yang lainnya. Keterampilan hanya bisa didapat dan dikuasai dengan cara praktik, praktik dan praktik atau berlatih. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berfikir (Tarigan, 1980:1; Dawson, 1963:27).
Menurut wartawan senior Rosihan Anwar, model bahasa yang dipakai para wartawan dibagi menjadi dua jenis. Yaitu bahasa pers dan bahasa jurnalistik. Bahasa pers adalah salah satu ragam bahasa yang memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat sederhana, jelas, lancar, lugas dan menarik. Sedangkan bahasa jurnalistik harus didasarkan pada bahasa baku yang memerhatikan EYD dan tak dapat menganggap sepi kaidah-kaidah tata bahasa. Dalam kosa katanya, bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan dalam masyarakat (Anwar, 1991:1).
Menurut Wojowasito, bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam surat kabar harian atau majalah-majalah. Sehingga bahasa jurnalistik haruslah jelas dan mudah dibaca oleh mereka dengan ukuran intelektual yang minimal sekalipun. Sehingga mayoritas masyarakat yang melek huruf dapat menikmati isinya. Kendati begitu, bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan norma-norma tata bahasa antara lain tersusun atas kalimat yang benar dan pilihan kata yang cocok. Senada dengan itu, JS Badudu mengungkapkan bahasa jurnalistik itu harus singkat, padat, sederhana, jelas, lugas tetapi selalu menarik. Wajarlah jika bahasa jurnalistik memang harus tunduk pada bahasa baku. Bahasa baku yakni bahasa yang digunakan masyarakat paling luas pengaruhnya dan paling besar wibawanya (Anwar, 1991:1-2).
Dengan begitu menurut pendapat saya, bahasa jurnalistik adalah karakteristik bahasa populis yang dikejawantahkan oleh para wartawan dengan catatan bahasa tersebut harus singkat, bernas, padat, jelas dan tak bertele-tele. Serta segera mudah dipahami, diterima dan tak bermakna ambigus sedetik paska dibaca, didengar oleh setiap pembaca/pendengar sekalipun ia hanya tukang becak atau buruh gendong.[]


(Makalah eksklusif ini sengaja disusun seperti bentuk artikel, untuk disajikan dalam Diklat Jurnalistik Lanjutan (II) IJRI di Kampus 3 UAD Ahad Legi, 8 Januari 2012)

Supadiyanto EspedE Ainun Nadjib, kolumnis berbagai media cetak lokal & nasional, instruktur Institute Jurnalistik “IJRI” Rakyat Indonesia, (email: padiyanto@yahoo.com, HP: 08179447204)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar