Supaya lebih cocok dengan jangkauan koneksi yang makin luas, istilah APRANET diganti menjadi INTERNET atau interconnection networking.
Di abad informasi ini, manusia tengah
“diperdaya” oleh kerajaan internet. Inovasi teknologi terbesar yang
telah berhasil menjaring masyarakat konvensional ke dalam konsep
masyarakat jejaring. Satu hal baru dalam
ranah sosiologi modern. Adalah Manuel Castells dalam Network Society:
Cross-cultural Perspective (2004) menjelaskan bahwa masyarakat jejaring (network society)
adalah masyarakat dengan struktur sosial yang terbentuk atas kekuatan
jejaring informasi berbasis mikroelektronik dan teknologi komunikasi.
Di sebuah komunitas sosial, struktur
seperti di atas hanya bisa ditemui di kerajaan internet. Karena internet
hadir dengan berjuta terobosan cerdas berteknologi web 2.0 dan web 3.0
dalam desain semantic web nya. Kini, hubungan antar individu mampu
tercipta tanpa adanya proses tatap muka (face to face)
langsung. Istilah jagad maya pun menjadi trend populer ketika
sosialisasi tanpa raga ada di dalam ruang “maya”. Kala itu, sosialisasi
atau hubungan berbasis internet hanya sebatas pada lembaga formal yang
terikat dalam proyek penelitian. Namun kini, jaringan internet telah
merambah ke semua tingkatan kehidupan. Tak hanya pada kalangan ilmuwan
di dalam lab penelitian, tapi juga telah masuk ke dalam struktur
kalangan “awam” sekalipun.
Dunia maya (baca: internet) mampu
mengubah paradigma berfikir masyarakat dari manualistis menjadi
digitalistis. Misalnya, dari POS ke e-mail, dari kerja tangan ke kerja
mesin, dll. Contoh lain, dalam hal perdagangan. Mulanya dari pertemuan
si pembeli dan si penjual di suatu tempat (baca: pasar) ramai, kini
menjadi lebih simple dengan hadirnya laman kaskus dan amazone di ruang
maya. Tak perlu repot-repot pergi ke pasar, pembeli tinggal memilih
produk yang diinginkan di portal amazone atau kaskus, lalu lakukan
transaksi, maka jadilah proses trading online.
Tak berbeda halnya dengan buku pelajaran
atau buku umum yang kian jauh ditinggalkan empunya. Detik ini banyak
buku seri digital (baca: e-book) berkonten pelajaran sekolah ataupun
umum bertebaran di laman-laman virtual. Kelebihannya, lebih fleksibel,
serta lebih menghemat keuangan konsumen. Kekurangannya, perusahaan
penghasil buku kian melarat karena produksi buku mereka terpaksa
menurun. Akibatnya produsen buku harus gulung tikar secara sukarela.
Pendiri Perusahaan software terbesar
dunia Microsoft, Bill Gates pernah meramalkan bahwa digitalisasi dalam
bidang komunikasi dan informasi akan mematikan eksistensi surat kabar
dan media informasi konvensional lainnya. Dan internet telah menjadi
ancaman nyata dari seluruh media massa konvensional, seperti koran,
radio, maupun televisi.
Media sosial online Facebook dan Twitter
semakin memantapkan persepsi publik akan konsep sosialisasi maya di
tengah kegamangan masyarakat dunia. Namun perlu dipahami, sosialisasi
jenis ini terbentuk dengan tanpa adanya aturan main yang jelas. Tanpa
adanya nilai moral sebagai pijakan. Maka wajar jika lahir
kecenderungan-kecenderungan menyimpang dari para neter. Seperti pada
ungkapan Scott Hirsch, pemilik DOMELive, salah satu situs porno terbesar
di Amerika Serikat, menurutnya “Internet telah memecahkan problem
distribusi yang menghadang industri pornografi.”
Meminjam istilah Fakhruroji, sosialisasi
maya akan menghantarkan kita pada tatanan ruang kehidupan yang bersifat
anonimitas dan pseudonimitas, sebuah pengkaburan identitas personal
seorang pengguna di jagad maya, sehingga penipuan berkedok penjualan pun
ramai terjadi; dan penculikan berkedok perkenalan di media sosial mudah
tercipta. Kedua istilah di atas berafiliasi dengan konsep network societynya
Castells. Menggantungkan diri pada struktur sosial berbasis
mikroelektronik dan teknologi komunikasi. Dibutuhkan kesadaran tinggi
dari seorang neter dalam mendayagunakan teknologi internet secara sehat
dan terarah. Tentunya dengan arahan dari pihak yang lebih paham serta
kompeten.
Terlepas dari hal tersebut di atas, internet adalah media mutakhir dalam perjalanan peradaban homo sapiens,
khususnya dalam kontribusinya sebagai akselerator proses sosialisasi
antar individu di dalam masyarakat. Christian Fuchs dalam Internet and
Society: Social Theory in the Information Age (2008), yang juga dikutip
oleh Moch. Fakhruroji melalui ISLAM DIGITAL: Ekspresi Islam di Internet
(2011), mencatat beberapa karakteristik internet, yakni; interactivity,
multimedia, hypertextuality, global communication, many-to-many
communication, cooperative production, decontextualization, and
derealization. Komunikasi (sosialisasi) menjadi keyword
penting dari teknologi internet. Akhirnya, berkomunikasilah secara jujur
walaupun hanya di jagad maya yang tak kasat mata. Hingga, teknologi
internet mampu menjadi bagian penting dari siklus peradaban umat
manusia.[]
Dian Kurnia, Blogger
Tidak ada komentar:
Posting Komentar